Minggu, 29 November 2009

pembajakan software

SELAMA ini berbagai usaha untuk menyosialisasikan penghargaan atas Hak atas Kekayaaan Intelektual (HaKI) telah dilakukan secara bersama-sama oleh aparat pemerintah terkait beserta lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tersebut tampaknya belum cukup berhasil.

Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, konsep dan perlunya HaKI belum dipahami secara benar di kalangan masyarakat. Kedua, kurang optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HaKI itu sendiri maupun aparat penegak hukum. Ketiga, tidak adanya kesamaan pandangan dan pengertian mengenai pentingnya perlindungan dan penegakan HaKI di kalangan pemilik HaKI dan aparat penegak hukum, baik itu aparat Kepolisian, Kejaksaan maupun hakim.

Dalam praktik pergaulan internasional, HaKI telah menjadi salah satu isu penting yang selalu diperhatikan oleh kalangan negara-negara maju di dalam melakukan hubungan perdagangan dan/ atau hubungan ekonomi lainnya. Khusus dalam kaitannya dengan dengan Amerika Serikat misalnya, hingga saat ini status Indonesia masih tetap sebagai negara dengan status 'Priority Watch List' (PWL) sehingga memperlemah negosiasi.

Globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan transparansi memberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan HaKI di Indonesia. Situasi seperti ini pun memberikan tantangan kepada Indonesia, di mana Indonesia diharuskan untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai atas HaKI sehingga terciptanya persaingan yang sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Lebih dari itu, meningkatnya kegiatan investasi yang sedikit banyak melibatkan proses transfer teknologi yang dilindungi HaKI-nya akan terlaksana dengan baik, apabila terdapat perlindungan yang memadai atas HaKI itu sendiri di Indonesia.

Mengingat hal-hal tersebut, tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat, kesadaran akan keberhargaan HaKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HaKI harus dilakukan pada semua kalangan terkait, seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya adalah kalangan pers karena dengan kekuatan tinta kalangan jurnalis upaya kesadaran akan pentingnya HAKI akan relatif lebih mudah terwujud.

Upaya sosialisasi perlu dilakukan oleh semua stakeholder secara sistematis, terarah dan berkelanjutan. Selain itu target audience dari kegiatan sosialisasi tersebut harus dengan jelas teridentifikasi dalam setiap bentuk sosialisasi, seperti diskusi ilmiah untuk kalangan akademisi, perbandingan sistem hukum dan pelaksanaannya bagi aparat dan praktisi hukum, dan lain-lain.

Senin, 26 Oktober 2009

Kode Etik Profesi Telematika

BAB I
PEDOMAN UMUM
Pasal 1

PENGERTIAN
a) Profesi adalah kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan
yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan
yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan
ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya
penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat
manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin
Kode Etik yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang
menyandang profesi tersebut.
b) Profesional adalah seseorang yang memberikan jasa/praktek kepada pemakai
jasa profesional atau klien.
c) Profesionalisme adalah menunjukan ide, aliran, isme yang bertujuan
mengembangkan profesi, agar profesi dilaksanakan oleh profesional dengan
mengacu kepada norma-norma standar dan kode etik serta memberikan layanan
terbaik kepada klien.
d) Telematika adalah merujuk pada hakekat cyberspace sebagai suatu sistem
elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media
dan informatika.
e) Pemakai Jasa Profesional adalah perorangan, kelompok, lembaga atau
organisasi/institusi yang menerima dan meminta jasa/praktek asesmen. Pemakai
jasa juga dikenal dengan sebutan Klien.


Pasal 2
TANGGUNG JAWAB

Berikut adalah prinsip-prinsip yang menjadi tanggung jawab seorang Profesional
dalam memberikan jasa/praktek kepada Klien:
a) Prinsip 1 – Holistic (Keseluruhan)
Profesional memperhatikan keseluruhan sistem komponen-kompenen dari
jasa/praktek yang diberikannya agar dapat menghindari dampak negatif
terhadap salah satu atau beberapa komponen yang terkait dengan sistem
tersebut.
b) Prinsip 2 – Optimal (Terbaik)
Profesional selalu memberikan jasa/prakteknya yang terbaik bagi perusahaan.
c) Prinsip 3 - Life Long Learner (Belajar sepanjang hidup)
Profesional selalu belajar sepanjang hidupnya untuk menjaga wawasan dan ilmu
pengetahuan sekaligus mengembangkannya sehingga dapat memberikan
jasa/prakteknya yang lebih berkualitas daripada sebelumnya.
d) Prinsip 4 – Integrity (Kejujuran)
Profesional menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran serta bertanggung jawab atas
integritas (kemurnian) pekerjaan atau jasanya.
e) Prinsip 5 – Sharp (Berpikir Tajam)
Profesional selalu cepat tanggap terhadap permasalahan yang ada dalam
jasa/praktek yang diberikannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah tersebut
secara cepat dan tepat.
f) Prinsip 6 – Team Work (Kerjasama)
Profesional mampu bekerja sama dengan Profesional lainnya untuk mencapai
suatu obyektifitas.
g) Prinsip 7 – Innovation (Inovasi)
Profesional selalu berpikir ataupun belajar untuk mengembangkan kreativitasnya
agar dapat mengemukakan ide-ide baru sehingga mampu menciptakan peluangpeluang
yang baru atas jasa/praktek yang diberikannya.
h) Prinsip 8 – Communication (Komunikasi)
Profesional mampu berkomunikasi dengan baik dan benar sehingga dapat
menyampaikan obyektifitas pembicaraan yang dimaksudkan secara tepat.
Kedelapan prinsip tersebut dapat disingkat menjadi “HOLISTIC”, yaitu: Holistic,
Optimal, Life long learner, Integrity, Sharp, Team work, Innovation, dan
Communication


Pasal 3
BATAS KEILMUAN DAN KETERAMPILAN

Profesional menyadari sepenuhnya batas-batas jasa/praktek yang ditawarkannya
dan juga keterbatasan keilmuan dan keterampilannya.


Pasal 4
PERILAKU DAN CITRA PROFESI

a) Profesional harus menjamin jasa/praktek yang ditawarkan kepada klien adalah
sesuai dengan mutunya demi menjaga citra profesi Telematika.
b) Profesional harus menyadari bahwa dalam melaksanakan keahliannya wajib
mempertimbangkan dan mengindahkan Kode Etik dan nilai-nilai moral yang
berlaku dalam masyarakat.
c) Profesional wajib menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi citra
profesi Telematika.
d) Profesional wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan
keterampilannya sesuai kompetensinya demi menjaga kualitas citra profesinya.


BAB II
HUBUNGAN PROFESIONAL


Pasal 5
HUBUNGAN ANTAR REKAN PROFESI

a) Profesional wajib menghargai, menghormati dan menjaga hal-hak serta nama
baik rekan profesinya, yang berprofesi Telematika.
b) Profesional seyogianya saling memberikan umpan balik untuk peningkatan
keahlian profesinya.
c) Profesional wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka mencegah
terjadinya pelanggaran kode etik Profesi Telematika.
d) Apabila terjadi pelanggaran kode etik Profesi Telematika yang di luar batas
kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.


Pasal 6
HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN

a) Profesional wajib menghargai, menghormati kompetensi dan kewenangan rekan
dari profesi lain.
b) Profesional wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa oleh orang atau pihak
lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan.


Pasal 7
HUBUNGAN DENGAN ORGANISASI

a) Profesional tidak diperbolehkan memiliki hubungan kerjasama dengan organisasi
lain yang sejenis atau selain dari tempat ia berprofesi kecuali profesional telah
mendapatkan persetujuan dari organisasi tersebut atau tempat ia berprofesi.
b) Profesional yang telah memutuskan dirinya untuk berprofesi di suatu organisasi
harus mentaati kode etik organisasi tersebut. Jika profesional melanggar kode
etik tersebut, maka profesional akan menerima sanksi dari organisasi yang
terkait.
c) Setiap Profesional memberikan sumbangan tenaga dan pikiran kepada organisasi
untuk kepentingan pengembangan ilmu, wawasan dan hal lain yang perlu
dikembangkan demi kemajuan organisasi. Organisasi yang dimaksud dalam butir
ini adalah tempat dimana Profesional berprofesi.


BAB III
PEMBERIAN JASA/PRAKTEK


Pasal 8
PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS KEAHLIAN/KEWENANGAN

a) Profesional hanya memberikan jasa/praktek dalam hubungannya dengan
kompetensi yang bersifat obyektif.
b) Profesional dalam memberikan jasa/praktek wajib menghormati hak-hak
lembaga/organisasi/institusi tempat melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan,
pelatihan, dan pendidikan sejauh tidak bertentangan dengan kompetensi dan
kewenangannya.


Pasal 9
SIKAP PROFESIONAL DAN PERLAKUAN TERHADAP
PEMAKAI JASA ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/praktek kepada pemakai jasa atau klien baik yang bersifat
perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi sesuai dengan keahlian dan
kewenangannya, Profesional berkewajiban untuk:
a) Mengutamakan dasar-dasar profesionalisme.
b) Memberikan jasa/praktek kepada semua pihak yang membutuhkannya.
c) Melindungi pemakai jasa atau klien dari akibat yang merugikan sebagai dampak
jasa/praktek yang diterimanya.
d) Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien
dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.
e) Menghargai kontrak jasa atau praktek yang disepakati antara Profesional dengan
pemakai jasa/klien/tempat dimana profesional berprofesi.


Pasal 10
ASAS KESEDIAAN

Profesional wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau klien untuk
menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/praktek, mengingat asas sukarela
yang mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses
pemberian jasa/praktek.


Pasal 11
INTERPRETASI HASIL JASA/PRAKTEK

Interpretasi hasil pemeriksaan jasa/praktek yang telah diberikan kepada klien atau
pemakai jasa Profesional hanya boleh dilakukan oleh Profesional berdasarkan
kompetensi dan kewenangan.


Pasal 12
PEMANFAATAN DAN PENYAMPAIAN HASIL JASA/PRAKTEK

Pemanfaatan hasil jasa/praktek dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang
berlaku dalam jasa/praktek profesional. Penyampaian hasil jasa/praktek Profesional
diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.


Pasal 13
KERAHASIAAN DATA

Profesional wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai
jasa Profesional dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini
keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh Profesional dalam rangka
pemberian jasa/prakteknya wajib mematuhi hal-hal sebagai berikut:
a) Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya
memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan pemberian
jasa/praktek.
b) Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara langsung
berwenang atas diri klien atau pemakai jasa Profesional.
c) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak
ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan klien, profesi,
dan akademisi. Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang
bersangkutan tetap dirahasiakan.
d) Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain atas
persetujuan klien atau penasehat hukumnya.


Pasal 14
PENCANTUMAN IDENTITAS PADA LAPORAN
HASIL JASA/PRAKTEK PROFESIONAL

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan jasa/praktek profesional sesuai
dengan keahlian yang dimilikinya. Pada pembuatan laporan secara tertulis maka
Profesional yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan dan nama jelas
sebagai bukti pertanggungjawaban.


BAB IV
PERNYATAAN
Pasal 15
PERNYATAAN

a) Dalam memberikan pernyataan kepada pemakai jasa profesional atau klien,
Profesional bersikap bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada
kepentingan umum daripada pribadi atau golongan yang disesuaikan dengan
bidang keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik Profesi
Telematika. Pernyataan yang diberikan Profesional mencerminkan keilmuannya,
sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar.
b) Dalam melakukan publikasi keahliannya, Profesional bersikap bijaksana, wajar
dan jujur dengan memperhatikan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku
untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat
pengguna jasa profesional.



BAB V
KARYA CIPTA


Pasal 16
PENGHARGAAN TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN
DAN PEMANFAATAN KARYA CIPTA PIHAK LAIN

Karya cipta Profesional harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya
memperhatikan ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak intelektual
yang berlaku.
a) Profesional wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undangundang
dan peraturan yang berlaku.
b) Profesional tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain
tanpa mencantumkan sumbernya.
c) Profesional tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi,
menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa
menggunakan izin dari pemegang hak cipta.


BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 17
PELANGGARAN

Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang Profesi Telematika dan setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Telematika Indonesia akan dikenakan sanksi
organisasi sebagaimana diatur dalam Lembaga Sertifikasi Profesi Telematika
Indonesia.


Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK
LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI TELEMATIKA INDONESIA

a) Profesional tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat
menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang
dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
b) Apabila Profesional mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan
dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka
Profesional mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperb aiki atau
memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/pemberitaan itu.


BAB VII
PENUTUP

Kode Etik Profesi Telematika Indonesia ini disertai lampiran, yaitu Kode Perilaku
Telematika Indonesia. Lampiran tersebut tidak terpisahkan dari Kode Etik ini, dan
sifatnya menjelaskan dan melengkapi Kode Etik Profesi Telematika Indonesia. Setiap
Profesional di dalam bidang Telematika wajib mematuhinya terkait dengan jaminan
mutu atas diterbitkan sertifikat kompetensi kerja oleh LSP Telematika atas dirinya.

Kecurangan Dunia IT

Dunia teknologi informasi yang berkembang sedemikian cepat sungguh diluar dugaan. Tak ada yang sempurna, begitu pula dunia Teknologi Informasi. Ada baik pasti diikuti pula dengan kecurangan atau kejahatannya. Dan karena kejahatan ini pula menyebabkan banyak orang harus membayar mahal.

Salah satu bentuk kecurangan dunia IT adalah Keystroke Logging atau Keylogging. Keylogging atau keylogger adalah suatu perangkat keras (hardware) atau perangkat lunak (software) yang digunakan untuk memonitor kegiatan dari keyboard. Sebuah keylogger biasanya akan menyimpan hasil dari pemantauan kegiatan keyboard dalam sebuah catatan log atau berkas.

Keylogger bisa digunakan untuk kebaikan, misalanya dalam sebuah perusahaan dapat melihat bagaimana seorang karyawan bekerja serta dapat pula digunakan untuk pencarian bukti kejahatan. Namun, jika keylogger ini dilakukan untuk kejahatan, semisal mencuri data atau password. Maka bisa dikatakan keylogger adalah sebuah kecurangan ataupun kejahatan dalam dunia IT.

komputer berbasis DNA

komputer dna mungkin merupakan komputer yang sangat canggih yang mungkin segala program nya akan menyeruapi mahluk hidup atau boleh di bilang mahluk hidup digital, komputer DNA saat ini mungkin dalam proses kelahirannya karena para ahli terus berusaha menciptakan komputer yang hebat ini.


disini ada cerita dan kisah tentang komputer DNA, yang saya dapat dari beberapa sumber.

Komputer dan DNA… dua istilah yang biasanya dipergunakan dalam
konteks yang sangat berbeda. DNA merupakan istilah favorit di dunia biologi dan
genetik, sedangkan komputer justru populer dalam dunia informatika dan
teknologi modern. Lalu apa hubungan antara keduanya? Siapa pula yang punya
ide gila untuk membuat komputer DNA?
Alkisah ada seorang ilmuwan komputer yang bekerja di University of
Southern California, bernama Leonard M. Adleman. Suatu malam Adleman
sedang asyik membaca buku biologi, Molecular Biology of the Gene, yang ditulis
oleh James Watson, ahli biologi yang pernah memenangkan Nobel pada tahun
1962 atas penemuan struktur DNA Double-Helix pada tahun 1953. Ia sangat
terpesona dengan isi buku tersebut, sampai-sampai ia tidak bisa tidur malam itu.
Bayangan rantai DNA yang berpilin terus saja mengusik pikirannya. Tiba-tiba
Adleman lompat dari tempat tidurnya. Terjadi pencerahan! Ia menyadari sesuatu
yang sangat menarik: Sel hidup manusia mengolah dan menyimpan informasi
dengan cara yang sangat mirip dengan program komputer!



Malam itu juga Adleman langsung membuat sketsa penting tentang DNA
Computer (Komputer DNA). Komputer yang kita kenal sehari-hari menggunakan
data biner (binary data) untuk menyimpan dan mengolah informasi/perhitungan.
Data biner ini merupakan sistem angka berbasis dua, yaitu 0 dan 1. DNA,
singkatan dari Deoxyribosenucleic Acid, menyimpan dan mengolah informasi
genetika manusia dalam molekul-molekul yang diberi kode huruf A, C, T, dan G.
A merupakan inisial untuk Adenine, C untuk Cytosine, T untuk Thymine, dan G
untuk Guanine. Adenine hanya bisa berpasangan dengan Thymine, Guanine hanya
bisa berpasangan dengan Cytosine. Ini berarti bahwa jika ada satu rantai DNA
yang memiliki kode AACTAGGTC maka pasangannya pasti TTGATCCAG.
Kedua rantai itu akan berpasangan dan membentuk struktur berpilin yang kita
kenal sebagai Double-Helix. Enzim dalam sel hidup membaca data-data genetik
yang tersimpan dalam DNA (dalam bentuk kode A, C, T, G tadi) menggunakan
cara yang sangat mirip dengan cara komputer membaca data biner. Analogi antara
keduanya inilah yang dimanfaatkan dalam komputer DNA. Pada tahun 1994
untuk pertama kalinya Adleman mempublikasikan perhitungan dasar komputer
DNA dalam jurnal ilmiah Science. Sejak itu ilmuwan-ilmuwan seluruh dunia
berbondong-bondong melakukan penelitian untuk mengembangkan komputer
canggih yang sistemnya meniru dari sel makhluk hidup ini. NASA, Pentagon, dan
banyak lagi lembaga dan agen federal berlomba-lomba mengucurkan dana untuk
penelitian yang bisa menghasilkan DNA sintetik yang kemudian digunakan untuk
penelitian yang berusaha mengembangkan sistem komputer masa depan ini.
Adleman berhasil membuktikan pemikirannya bahwa DNA bisa
‘berhitung’. Ia menggunakan masalah perhitungan matematika yang dikenal
sebagai Travelling Salesman Problem (TSP), yaitu masalah klasik yang mencoba
mencari rute terpendek yang bisa dilalui seorang salesman yang ingin
mengunjungi beberapa kota tanpa harus mendatangi kota yang sama lebih dari
satu kali. Jika jumlah kota yang harus didatangi hanya sedikit, misalnya hanya ada
5 kota, maka permasalahan ini dapat dipecahkan dengan sangat mudah. Kita
bahkan tidak memerlukan komputer untuk menghitungnya. Tetapi masalahnya
jadi rumit jika ada lebih dari 20 kota yang harus didatangi. Ada begitu banyak
kemungkinan yang harus dicoba dan diuji untuk menemukan jawabannya.
Komputer DNA yang dibuat oleh Adleman berhasil memecahkan perhitungan ini
dengan menggunakan 7 kota sebagai percobaan awal. Masing-masing kota dan
semua kemungkinan rute dilambangkan oleh satu rantai DNA yang masingmasing
memiliki kode yang spesifik. Semua rantai DNA ini kemudian direaksikan
dan membentuk rantai double-helix secara alamiah. Rantai-rantai yang sudah
berpasangan ini melambangkan semua kemungkinan rute. Untuk mencari rute
yang benar, Adleman menambahkan enzim yang secara alamiah menghancurkan
molekul yang melambangkan rute yang salah. Satu-satunya rantai yang tersisa
adalah rantai yang melambangkan jawaban yang dicari, yaitu rute terpendek yang
menghubungkan ketujuh kota tersebut tanpa harus melewati masing-masing kota
lebih dari satu kali. Komputer DNA ciptaan Adleman berhasil menyelesaikan
perhitungan TSP untuk 7 kota ini dalam waktu beberapa hari. Padahal komputer
biasa yang kita gunakan sehari-hari bisa menyelesaikannya hanya dalam hitungan
menit. Lho? Komputer masa depan tetapi justru kalah dengan komputer klasik?
Jadi untuk apa para ilmuwan di seluruh dunia berlomba-lomba mengembangkan
komputer DNA ini?
Ada satu rahasia yang merupakan keunggulan utama komputer DNA.
Enzim-enzim yang terlibat bekerja secara paralel. Komputer klasik membaca dan
mengolah data secara linier (berurutan). Melibatkan data dalam jumlah besar,
komputer klasik akan sangat kerepotan mengolah data-data yang luar biasa
banyaknya. Proses perhitungan membutuhkan waktu sangat lama karena
dilakukan satu per satu. Di sinilah keunggulan komputer DNA! Untuk jumlah data
yang sangat banyak, komputer DNA dapat melakukan perhitungan jauh lebih
cepat karena semua prosesnya dilakukan secara paralel (bersamaan). Ukuran
molekul DNA yang sangat kecil juga merupakan keunggulan komputer masa
depan ini. 1 gram DNA yang sudah dikeringkan memiliki kapasitas menyimpan
informasi dalam jumlah yang sama dengan 1 trilyun CD (Compact Disc). Padahal
1 gram DNA kering itu ukurannya hanya sebesar butiran gula pasir! Dengan
semakin majunya perkembangan teknologi, jumlah data dan informasi pun
semakin bertambah. Lama-kelamaan, data yang berlimpah ini tidak dapat lagi
disimpan dalam memory chip komputer yang terbuat dari silikon seperti yang
selama ini kita gunakan. DNA merupakan alternatif yang sangat menjanjikan.
Lagipula, microprocessor yang kita gunakan dalam komputer klasik biasanya
terbuat dari bahan-bahan yang bersifat racun sehingga mengotori udara dan
lingkungan. Biochip (chip biologis) yang terbuat dari DNA merupakan teknologi
yang ‘bersih’. Kita juga tidak akan pernah kehabisan DNA selama masih ada selsel
makhluk hidup. Ini menjadikannya sumber daya yang sangat murah.
Dalam beberapa tahun terakhir teknologi komputer DNA menunjukkan
perkembangan yang sangat menggembirakan. Komputer DNA buatan Adleman
mereaksikan cairan DNA dalam tabung-tabung reaksi. Pada bulan Januari 2000
jurnal ilmiah Nature mempublikasikan keberhasilan para ilmuwan di University of
Wisconsin di Madison yang melekatkan DNA pada permukaan padat gelas dan
emas. Ini berarti komputer DNA dapat dibuat dalam bentuk chip padatan yang
mirip dengan chip komputer konvensional. Pada tahun 2001, seorang ilmuwan
dari Weizmann Institute of Science di Israel, Ehud Shapiro, mendapatkan paten
atas komputer DNA yang dibuatnya. Komputer DNA buatan Shapiro ini hanya
terdiri dari satu tetes air saja. Komputer terkecil di dunia ini menggunakan
molekul-molekul DNA dan enzim-enzimnya dalam satu tetes air tersebut sebagai
sarana input (masukan data), output (keluaran data), software (perangkat lunak),
dan hardware (perangkat keras). Pada bulan Februari 2003, penemuan ini
akhirnya tercatat dalam Guinness World Records sebagai ‘The Smallest Biological
Computing Device’ atau Komputer Biologis Terkecil di Dunia. Hebatnya lagi,
komputer super mini ini memiliki kecepatan 100.000 kali lebih cepat dari
komputer konvensional tercanggih yang ada saat ini!